LEBIH JAUH TENTANG BUKU ITU

Dalam buku kecil itu ada sekitar 178 pertanyaan yang bertujuan mengkritik keyakinan Syiah.

Perlu saya jelaskan beberapa hal unik mengenai buku tersebut:

1. Ada beberapa pertanyaan yang terulang beberapa kali. Misalnya, ada pertanyaan mengenai kemurtadan sahabat yang terulang sampai sebanyak 27 kali.

Mungkin saja dengan demikian jumlah pertanyaan bisa terlihat lebih banyak.

2. Jawaban sebagian dari pertanyaan dalam buku tersebut, juga dapat dijadikan jawaban pertanyaan--pertanyaan lain yang serupa dengannya. Misalnya mengenai kemurtadan sahabat, ditukilkan sebuah hadits dari Rasulullah saw yang mana beliau berkata:

"Waktu itu aku berada di telaga Kautsar, ada sekelompok dari sahabat-sahabatku ingin memasukinya, namun mereka dicegah untuk itu. Aku berkata "mereka adalah sahabat-sahabatku", lalu terdengar suara menjawab "engkau tidak tahu bahwa sepeninggalmu mereka menciptakan banyak bid'ah di agamamu."

Hadits ini dapat menjadi jawaban ke 27 pertanyaan yang terulang-ulang itu. Hadits ini dapat ditemukan pada jawaban pertanyaan ke-115 buku ini.

3. Sebagian dari pertanyaan-pertanyaan bertentangan dengan pertanyaan lainnya. Misalnya, di pertanyaan 71 tertulis: "Semua sahabat membai'at Abu Bakar, dan tidak ada satupun yang tidak membaiat atau menentang." Kemudian di pertanyaan 76 tertulis, "Kaum Anshar tidak membai'at Abu Bakar, mereka lebih memilih Sa'ad bin Ubadah dan menyeru sesamanya untuk membai'atnya. Sedang Ali bin Abi Thalib duduk di rumahnya, tidak bersama satupun dari kelompok mereka.

4. Sebagian pertanyaan sebenarnya pada dasarnya bukanlah pertanyaan, namun tuduhan. Misalnya pada pertanyaan ke-123 tertulis:

"Salah satu keyakinan yang dianuti Syiah adalah, jika ada seseorang dari Ahlul Bait mengaku sebagai Imam lalu menunjukkan perbuatan yang luar biasa (semacam mukjizat) maka ia dapat diyakini sebagai Imam dan terbukti kebenarannya."

Di sini tidak ada pertanyaan sama sekali, dan pernyataan semacam ini merupakan tuduhan terhadap Syiah; karena Syiah tidak beragumen seperti itu dalam keImaman Ahlul Bait.

5. Sebagian pertanyaan berasal dari kesalahan dalam mehamai ucapan sebagian ulama Syiah seperti Allamah Majilis; misalnya disalahpahami bahwa setelah membaca ziarah, Syiah melakukan shalat menghadap kubur (pertanyaan ke-155).

6. Kebanyakan kandungan pertanyaan tidak memiliki sumber yang jelas. Hal-hal yang dipertanyakan mengenai Syiah yang ada dalam buku tersebut tidak diketahui diambil dari buku apa; yang ada hanya begitu saja dituduhkan kepada Syiah.

7. Sebagian pertanyaan merupakan kritikan terhadap pribadi seorang alim atau beberapa ulama Syiah, namun itu semua dipukul rata kepada semua pengikut Syiah.

8. Ada banyak pertanyaan yang berkenaan dengan Imam Mahdi aj yang mana gaya bahasa yang digunakan menunjukkan seakan-akan permasalahan tentang Al Mahdi bukan masalah yang telah disepakati oleh dua aliran Syiah dan Ahlu Sunah. Memang benar lahirnya Al Mahdi tidak disepakati oleh ulama Ahlu Sunah, namun ada sebagian dari mereka yang meyakini bahwa ia memang telah dilahirkan. Bahkan tidak diragukan bahwa banyak sekali hadits-hadits Imam Mahdi aj yang dianggap mutawatir; banyak sekali buku-buku yang ditulis mengenai masalah ini. Bahkan di Saudi pun buku sejenis itu telah dicetak, sebagai contoh, buku dengan judul Baina Yaday As Sa'ah.

9. Dalam buku tersebut, sebagian peristiwa-peristiwa yang telah diakui siapa saja dalam sejarah seakan diingkari. Mereka memaksakan diri untuk menyatakan bahwa tidak ada ikhtilaf apapun di antara para sahabat nabi dan ada ikatan cinta yang sempurna antara Bani Hasyim dan Bani Umayah. Mereka membawakan berbagai dalil dan alasan yang kurang dapat diterima mengenai itu. Misalnya adanya pernikahan yang pernah dilangsungkan antar keduanya, dan lain sebagainya.

10. Banyak pertanyaan yang diutarakan dengan nada sinis dan cukup menghina bagi Syiah. Bahkan sampai mengenai Imam Hasan dan Husain, andai mereka adalah Muslim yang benar dan tulus, mereka tidak akan berbicara seperti itu. Ucapan mereka mencerminkan bahwa mereka begitu fanatik dan berhati sakit, tidak seperti manusia yang normal.

Penulis berkata, "Aku mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan ini dari website-website. Kini aku ingin mecari tahu betapa benar itu semua.

Buku yang ada di tangan saya ini sebenarnya terjemahan dari buku berbahasa Arab, yang ditulis oleh seorang pemuda bernama Sulaiman bin Saleh Al Kharasyi. [1] Buku tersebut tersedia dalam bentuk e-book di website-website Wahabi dan seringkali dicetak oleh penerbit-penerbit di Riyadh.

Dengan kenyataan yang ada, bagaimana bisa ia mengaku bahwa pertanyaan-pertanyaan itu ia kumpulkan dari website-website?

Kebanyakan pertanyaan dalam buku itu ada di buku lain berjudul 'Aqaid Asy Syiah Al Itsna 'Asyariah 'Aradh wa Naqd, yang disusun oleh doktor Nashir bin Ali Al Qafari. Ia adalah dosen di salah satu universitas provinsi Al Qassim Saudi Arabia.

Pada hakikatnya pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak disusun berdasarkan logika dan pemikiran yang benar. Mengenai buku Doktor Qafari dapat dikatakan: penuh dengan dusta dan tuduhan. Susunannya penuh dengan ketidak sopanan dan tidak ada duanya dalam sejarah penulisan buku. Karena hal itu lah buku tersebut tidak mendapat perhatian kebanyakan orang. Karena setiap orang yang pernah membaca buku tersebut meski sekilas saja, pasti enggan meneruskannya karena ketidak sopananan penulis. Jelas jika sebuah aliran disebarkan dengan cara seperti ini tidak ada yang tertarik padanya. Sungguh jauh dari kebenaran, kejujuran dan keikhlasan. Tidak pantas mereka mengaku pengikut sunah nabi yang mulia. Menganggap hanya dirinya-lah Ahli Sunah, selain mereka adalah salah. Apakah nabi Muhammad Saw suka mencela dan berkata kotor? Sering menuduh dan berbohong? Tidak sama sekali.

Mari kita bertanya kepada orang-orang Wahabi: Jika anda pikir dengan cara menyusun pertanyaan-pertanyaan ini anda dapat menggiring pemuda-pemuda Syiah kepada jalan anda, lalu mengapa anda sendiri tidak bisa mengurusi pemuda-pemuda anda yang saat ini juga kebanyakan dari mereka lari dari agamanya? Mereka beralih ke aliran-aliran menyeleweng, seperti marxisme, liberalisme, menjadi teroris, dan lain sebagainya. Mereka justru semakin jauh dari budaya Islam yang sebenarnya dan bahkan dari budaya Arab sendiri.

Alhamdulillah, pemuda-pemuda Syiah dengan berpegang peguh kepada Tsaqalain dan mengenal ajaran Al Qur'an dan Itrah Rasulullah Saw terjauhkan dari pemikiran-pemikiran yang tergelincir. Saat mereka menemukan syubhat dan pertanyaan-pertanyaan yang meragukan mereka terhadap agama, mereka merujuk kepada ulama dan mendapatkan jawabannya dengan puas. Saya yakin pertanyaan-pertanyaan anda tidak akan menggoyahkan akidah mereka, bahkan mereka semakin kuat.

***

Perlu saya sampaikan pula bahwa dalam buku tersebut dapat difahami bahwa penulis bertumpu pada tiga hal:

1. Kemurtadan para sahabat, yakni Syiah menurut mereka berkeyakinan bahwa para sahabat telah murtad sepeninggal nabi Muhammad Saw.

2. Mencaci para sahabat, yakni Syiah suka mencaci para sahabat nabi.

3. Penghinaan terhadap A'isyah istri nabi Muhammad Saw oleh penganut Syiah.

Anggap saja sementara ini kita tidak berurusan dengan benar tidaknya tiga masalah di atas; karena kelak kita akan jelaskan bahwa semua itu tuduhan belaka terhadap Syiah.

Poin penting yang ingin lebih saya utarakan di sini adalah, tiga hal di atas lebih pantas dipredikatkan kepada kelompok-kelompok selain Syiah ketimbang kepada Syiah. Karena ketiga hal tersebut tertulis terang-terangan dalam buku-buku utama mereka, seperti Shahih Bukhari dan Muslim. Namun sayang mereka tidak pernah menganggap hal itu. Di sini saya akan sebutkan beberapa bukti untuk ketiganya, namun penjelasan yang lebih mendalam saya rujukkan ke sumber-sumber lainnya:

1. Kemurtadan sahabat

Ibnu Atsir, seorang ahli hadits ternama yang lahir pada tahun 544 Hijriah dan meninggal pada tahun 606 Hijriah. Ia penulis kitab Jami'ul Ushul fi Ahaidts Ar Rasul. Ia telah mengumpulkan hadits-hadits dari enam kitab atau Sihah As Sittah. Pada jilid ke-10, bagian kedua, mengenai masalah Haudh atau "telaga di surga", ia membawakan sepuluh riwayat dari Shahih Bukhari dan Muslim yang mana semuanya menjelaskan tentang kemurtadan para sahabat sepeninggal Rasulullah Saw.

Karena terlalu panjang jika saya membawakan semua hadits itu, cukup dua saja saya tuliskan di sini:

1. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda:

"Pada hari kiamat, sekelompok orang dari sahabat-sahabatku ingin masuk mendekatiku, namun mereka diusir dari telaga. Aku bertanya pada Tuhan, "Ya Tuhan, mereka adalah sahabat-sahabatku?" Lalu aku mendengar jawaban, "Engkau tidak tahu betapa mereka menciptakan bid'ah-bid'ah sepeninggalmu? Mereka murtad dan kembali ke ajaran nenek moyang mereka."

2. Bukhari dalam Sahih-nya, begitu pula Muslim dalam Sahihnya juga, menukilkan:

"Aku berdiri di samping telaga, lalu tiba-tiba sekelompok orang muncul. Saat itu pula aku mengenal mereka. Tiba-tiba muncul seseorang di antara aku dan mereka dan berkata pada mereka, "Ayo kita pergi." Aku bertanya, "Kemana kamu akan membawa mereka?" Ia berkata, "Ke api neraka." Aku bertanya, "Apa yang telah mereka lakukan?" Ia menjawab, "Mereka telah murtad dan kembali ke agama leluhur mereka."

Lalu ada sekelompok lain lagi datang. Aku pun mengenal mereka. Lalu muncul seseorang di antara aku dan mereka dan berkata, "Mari.." Aku bertanya, "Ke mana?" Ia menjawab, "Neraka." Aku bertanya lagi, "Memangnya apa yang telah mereka lakukan?"

Dijawabnya, "Mereka telah murtad dan kembali ke agama datuk mereka. Tidak ada yang selamat di antara mereka kecuali beberapa orang saja." [2]

Kedua hadits di atas saya tuliskan di sini sebagai contoh. Masih banyak lagi hadits-hadits lainnya yang kandungannya sedemikian rupa.

Dengan demikian, dengan adanya hadits-hadits ini, itu pun di kitab-kitab terpercaya mereka, apakah layak anda lebih memilih untuk menuduh kami penganut Syiah sebagai orang yang suka memurtadkan para sahabat?

2. Mencela sahabat

Yang paling ditekankan lagi oleh mereka adalah masalah celaan terhadap sahabat oleh kita, penganut Syiah. Baiklah, coba kita telusuri siapakah yang lebih dahulu menyelenggarakan sunah mencaci sahabat ini, supaya kita adili mereka; bukannya mengadili Syiah, yang mana sama sekali tidak pernah mencela dan mencaci para sahabat. Syiah mencintai para sahabat nabi kecuali mereka yang menyeleweng dari jalan yang benar.

Syiah memang membenci orang-orang yang menyeleweng dari jalan nabinya. Namun bukan berarti Syiah mencela dan mencaci mereka.

Di sini kita akan menyebutkan dua kasus yang pernah dicatat sejarah mengenai masalah ini. Dengan demikian kita akan tahu siapa sebenarnya yang menciptakan budaya pencacian terhadap para sahabat.

Muslim dalam Sahih-nya meriwayatkan dari 'Amir putra Sa'ad bin Abi Waqqash:

"Mu'awiyah bin Abi Sufyan memerintahkan Sa'ad bin Abi Waqqash untuk mencaci Ali bin Abi Thalib. Ia berkata, "Apa yang dapat menghalangimu untuk mencaci Ali si Abu Turab." Sa'ad menjawab, "Setiap saat aku mengingat 3 hal yang pernah dijelaskan oleh Rasulullah Saw mengenai Ali bin Abi Thalib, aku jadi enggan mencelanya."

Saya di sini tidak ingin menjelaskan apa 3 hal itu.

Hadits ini ada dalam kita Sahih yang menjadi pegangan Ahlu Sunah. Membuktikan bahwa Mu'awiyah bin Abi Sufyan adalah orang pertama yang menciptakan budaya mencela sahabat seperti Ali bin Abi Thalib.

Ibnu 'Abdu Rabbah dalam Akhbar Mu'awiyah menulis:

Ketika Hasan bin Ali meninggal dunia, Mu'awiyah melewati dan datang ke Madinah dalam rangka menunaikan Ibadah Haji. Ia memerintahkan agar Ali dilaknat di atas Mimbar Nabi (di masjid Nabawi). Orang-orang berkata padanya: "Ada Sa'ad bin Abi Waqqash di masjid dan ia tidak akan pernah tinggal diam atas hal ini." Lalu seseorang mendatangi Sa'ad bin Abi Waqqash dan menceritakannya tentanghal tersebut. Sa'ad berkata, "Jika anda mencela Ali di masjid ini, aku akan pergi dari sini dan tidak akan kembali." Karena perkataan Sa'ad bin Abi Waqqash itu Mu'awiyah menarik kembali perintahnya. Namun sepeninggal Sa'ad, ia naik ke atas mimbar dan melaknat Ali bin Abi Thalib. Lalu ia memerintahkan semua orang untuk melakukan hal yang sama, dan itu pun dilakukan mereka.

Ummu Salamah istri Rasulullah saw menulis surat kepada Mu'awiyah yang berisi: "Dengan perbuatanmu ini, kamu tidak hanya melaknat Ali, namun mencaci Allah Swt dan Rasul-Nya. Karena kamu berkata, "Laknan terhadap Ali dan orang-orang yang bersamanya." Aku bersaksi bahwa Tuhan dan Rasulullah Saw selalu bersamanya." Namun Mu'awiyah tidak menghiraukan Ummu Salamah. [3]

3. Penghinaan terhadap 'Aisyah istri nabi

Salah satu tuduhan yang sering kali diutarakan kepada Syiah dan sering kali diulang dalam buku kecil itu adalah bahwa Syiah suka menghina istri nabi. Padahal jika mereka merujuk ke kitab-kitab tafsir Syiah dalam tafsiran surah An Nur, mereka akan mendapati hal yang bertentangan dengan itu.

Kritikan Syiah terhadap 'Aisyah berkaitan dengan mengapa 'Aisyah memimpin pasukan untuk memerangi Ali bin Abi Thalib di Bashrah. Sayang sekali dalam Sahih Bukhari disebutkan bahwa dengan jelas Rasulullah Saw sambil menunjuk rumah 'Aisyah berkata, "Dari sinilah fitnah akan muncul." Lalu menambahkan, "Tanduk setan akan tumbuh dari sini."

Di sini teks hadits seutuhnya:

Diriwayatkan dari Nafi' dari Abdullah Ra., ia berkata: "Rasulullah Saw berdiri dan mengisayarahkan rumah 'Aisyah lalu berkata, "Di situlah fitnah. Di situlah fitnah. Di situlah fitnah. Yang mana dari situ tanduk setan akan tumbuh." [4]

Sahih Muslim, diriwayatkan dari Abdullah bin Umar: "Rasulullah Saw keluar dari rumah 'Aisyah dan  berkata, "Kepala kekufuran dari situlah akan muncul, yang mana tanduk setan akan tumbuh di situ." [5]

Dengan adanya hadits seperti ini mengapa hanya Syiah yang dituduh suka menghina istri nabi?
***

Sekarang izinkanlah saya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Wahabi itu meskipun jumlahnya banyak dan berulang-ulang. Sekali lagi saya ingin katakan bahwa pertanyaan mereka tidak hanya tak mampu menggoncang iman pemuda-pemuda Syiah, bahkan membuat mereka semakin teguh pada imannya masing-masing. []

[1] Ia meyakini bahwa membunuh orang Syiah adalah wajib hukumnya. Namun di sisi lain dengan ditulisnya buku ini ia berusaha untuk memberi hidayah kepada orang-orang Syiah.
[2] Silahkan meruuk ke Jami' Ushul, jilid 1, bagian ke-2 dari judul Haudh (telaga), nomor ke 7995 sampai 8004.
[3] Al 'Aqd Al Farid, jilid 5, halaman 114. Silahkan merujuk pula ke: Khasaish Nasa'i, halaman 133, hadits 91; Dzahabi, Siyar A'lam An Nubala, jilid 3, halaman 31; Fath Al Bari, bagian Keutamaan Para Sahabat, jilid 7, halaman 71.
[4] Shahih Bukhari, bab Ma Jaa'a fi Buyuti Azwaj An Nabi, hadits ke 3104.
[5] Shahih Muslim, nomor 2905, bagian ke 49.